Memilih Provider Outbound Training dan Team Building

Pada suatu seminar tentang peningkatan kompetensi karyawan dengan level supervisor dan manajer, yang diikuti oleh puluhan orang dari berbagai perusahaan, ditanyakan hal seperti ini. “Siapa yang pernah mengikuti outbound?” hampir semua mengangkat tangan. Lalu pertanyaan berikutnya, “Siapa yang terkesan saat ikut outbound?” beberapa orang akan menurunkan tangannya tanda mereka tidak mendapat kesan (luar biasa) saat ikut kegiatan outbound. Pertanyaan berikutnya, “Siapa yang saat itu merasakan manfaat outbound?” beberapa orang lagi menurunkan tangan tanda bahwa saat itu mereka belum bisa merasakan manfaat outbound. Lalu diajukanlah pertanyaan terakhir, “Siapa yang sampai saat ini masih merasakan efek positif outbound training untuk dipraktikkan dalam dunia kerja?” Maka tinggal sebagian kecil yang masih mengangkat tangan tanda mereka memang mendapat pencerahan dan pengembangan diri melalui outbound. Lho, kini jadi pertanyaan bersama, apa sebenarnya manfaat kita ikut kegiatan outbound (yang biayanya cukup tinggi), terutama bagi perusahaan tempat Kita berkarya.

Cerita di atas memang hanya rekaan berdasar pengalaman dan kecenderungan fakta yang ada, namun saya yakini keterjadiannya. Ada beberapa hal yang patut Kita curigai dan telusuri untuk menyingkap misteri tersebut. Pertama tentang makna outbound itu sendiri, lalu tentang pelatihan (bermetode) outbound, dan terakhir sejauh mana pelatihan outbound bisa mendatangkan manfaat bagi peserta (secara khusus) dan perusahaan (secara umum)

Apa itu Outbound?


Pembakuan arti outbound di Indonesia sampai saat ini belum ada, termasuk juga belum adanya lembaga yang berhak membakukannya. Maka kita nikmati saja apa yang sementara ini sudah beredar di masyarakat tentang pengertian outbound.

Kata Outbound (di Indonesia) awalnya berasal dari Negara Inggris yang merupakan nama sebuah program, “Outward Bound School”. Program tersebut direkayasa saat perang dunia, untuk melatih para pelaut Inggris yang dipersiapkan menghadapi pelayaran samudera yang menantang sekaligus kejamnya perang. Banyak orang muda (calon pelaut) dilatih bermacam kompetensi dan ketrampilan yang menunjang dirinya supaya dapat diandalkan menjadi pelaut tangguh. Mereka diajar bagaimana melakukan tali temali, panjat-memanjat, dan segala ketrampilan yang secara umum digunakan untuk bisa mengendalikan kapal. Selain ketrampilan yang diperoleh, karakter dan mental peserta mengalami peningkatan yang signifikan. Metode pelatihan tersebut ternyata dipandang cocok juga untuk mengembangkan karakter dan potensi banyak orang muda, sehingga dirintislah program semacam itu untuk kalangan lebih umum. Outward Bound lalu menjadi poluler di inggris, sampai menjadi sebuah brand bisnis pelatihan.

Tahun 1990 Outward Bound Indonesia terbentuk, sebagai bagian dari Outward Bound International. Orang Indonesia yang agak sulit melafalkan kata outward bound lama kelamaan cukup menyebutnya jadi otbon, outbond, atau outbound. Sampai tulisan ini dibuat, cobalah carilah, kita belum menemukan terjemahan untuk kata outbound dalam bahasa Indonesia. Barangkali memang tidak akan ada karena itu bukan kata dasar atau bentukannya. Dahulu saya menganggap outbound bentukan dari kata out dan bound yang berarti “keluar dan lingkaran/batas.” Logika saya lalu menerjemahkan outbound secara bebas sebagai “kegiatan yang keluar dari batas,” hal yang sampai saat ini masih saya gunakan karena itu adalah hal prinsip yang memang sesuai dengan karakter “outbound” yang sudah memasyarakat, selain keidentikan dengan permainan.

Jika kita berselancar di internet, akan banyak ditemui kata-kata outbound atau outbond melekat pada istilah training atau pengembangan sumber daya manusia, atau kegiatan sejenis itu. Selain itu tak kalah banyak tempat-tempat atau lokasi yang mengklaim bisa digunakan untuk kegiatan (pelatihan) outbound. Kata outbound lalu menjadi sebuah istilah populer yang (lebih kurang dimaknai oleh pemakainya) diartikan sebagai kegiatan di luar ruangan dengan berbagai permainan, kalau bisa yang ekstrim/ menantang. Selain outbound, lalu muncullah kemudian turunan lain dari kata Outward Bound, misalnya: Outbound Management Training, Fun Outbound, Real Outbound, Gathering Outbound, Outdoor training, Outing, dan sebagainya. Sahkah penamaan semacam itu? Menurut saya sah-sah saja, lagipula dalam percaturan kegiatan outbound (dan semacamnya) nama/istilah tersebut memang eksis dan digunakan, bahkan bisa menjadi label dalam industri pelatihan.

Oleh banyak provider/ penyelenggara jasa kegiatan outbound, kegiatan tersebut diklaim bisa mendatangkan banyak sekali manfaat. Segala kata-kata positif bisa dimasukkan dalam daftar itu, saya mencuplik sebagian kecilnya saja, misal:

  • Membangun tim yang tangguh
  • Membangun Komunikasi efektif
  • Meningkatkan Motivasi kerja
  • Peningkatan kreativitas
  • Pemecahan masalah
  • Melatih jiwa Kepemimpinan

Wow, luar biasa, kan. apa memang begitu? Nanti saya punya pandangan tersendiri, namun yang jelas untuk kepentingan pasar dan bisnis outbound, sangat banyak penyelenggara yang memang mencantumkan hal-hal tadi sebagai tujuan outbound. Menjadi luar biasa jika salah satu kata kuci outbound, yaitu permainan bisa berhubungan dengan segala hal positif tadi. Bayangkan, misalnya (hanya) dengan bermain, seseorang bisa menjadi terlatih untuk memecahkan masalah, apa ndak luar biasa itu namanya? Cukup seorang karyawan kita outboundkan sekali, maka seterusnya dia akan menjadi karyawan yang hebat. Saya yakin ada yang luar biasa kagumnya, namun ada juga yang luar biasa sangsinya, boleh juga jika ada orang yang beranggapan itu hal yang aneh. Justru untuk mengungkap keluarbiasaan itulah saya coba berbagi gagasan.

Outbound (ternyata) Hanya Metode

Walaupun belum ada makna definitif yang baku tentang outbound, namun berdasarkan pengalaman dan refleksi terhadap lebih dari 130 kali pendampingan outbound, saya menawarkan sebuah definisi outbound, khususnya dalam konteks pelatihan. Outbound adalah metode pengembangan potensi diri melalui rangkaian kegiatan simulasi/permainan/dinamika, yang memberi pembelajaran melalui pengalaman langsung. Catatan penting tentang definisi outbound tersebut adalah, ternyata outbound hanyalah suatu metode, hah hanya sebuah metode?

Penasaran? coba kita jawab beberapa pertanyaan panduan berikut ini. “Apakah Hitler seorang pemimpin yang hebat?” Menurut saya “Ya.” “Apakah Dia pemimpin yang mendatangkan kemakmuran dan kedamaian?” saya yakin mayoritas menjawab “Tidak.” Pertanyaan berikutnya, “Apakah jaringan teroris adalah organisasi yang hebat?” menurut saya “Ya,” “apakah organisasi tersebut didambakan banyak orang?” menurut saya “Tidak.”
Apa kaitan 2 hal itu dengan outbound? Kini kita coba jawab pertanyaan berikut ini, “Apakah ketika mengikuti outbound peserta mendapat pengalaman menarik di luar kebiasaannya?” jawaban yang umum adalah “Ya.” “Apakah setelah mengikuti outbound seseorang pasti menjadi jauh lebih sempurna?” jawaban yang realistis adalah “belum tentu.”

Terkait dengan ilustrasi tadi, tidak serta merta hanya dengan mengikuti outbound, seseorang bisa merumuskan banyak hal dan menyelesaikan banyak masalah. Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi. Sebagai suatu metode, yakinlah bahwa outbound dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Selama metode dirancang dan dilaksanakan dengan efektif dan efisien, dipastikan tujuan lebih mudah diraih, sebaliknya, walau mempunyai tujuan sangat mulia dan luar biasa, namun metode yang digunakan tidak pas, jangan harap tujuan tersebut akan tercapai secara maksimal.
Prinsip metode outbound yang sejauh ini Saya yakini mengandung beberapa tahapan yang disebut LACAK, yang berarti:
L = Lakukan, berarti peserta melakukan lebih dahulu suatu simulasi/ permainan/ dinamika, baik secara individu maupun bersama orang lain.
A = Abrakadabra, berarti setelah melakukan, pasti peserta mendapat hasil tertentu, baik sesuai perkiraannya, atau sebaliknya di luar dugaannya.
C = Ceritakan, berarti peserta menceritakan atau menyampaikan hasil dinamika, baik pada sesama peserta atau dengan dirinya sendiri, baik lisan maupun tertulis.
A = Ambil, berarti proses peserta mengambil nilai-nilai atau manfaat dari penceritaan, baik cerita tentang pengalaman diri maupun orang lain.
K = Kembalikan, berarti setelah mengambil manfaat, peserta dimotivasi supaya hal tersebut dapat dikembalikan pada dirinya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan setelah mengikuti Outbound.
Tahapan tadi sudah sesuai dengan prinsip-prinsip experiential learning atau pembelajaran melalui pengalaman, sebuah metode yang diyakini oleh para ahli pendidikan cocok diterapkan sebagai pembelajaran bagi orang dewasa.

Memilih Provider Outbound yang Tepat

Setelah tahu tentang makna dan metode outbound, urusan kita kini meningkat, terkait sejauh mana outbound dapat memberi manfaat bagi pelakunya. Saya pernah membaca buku yang judulnya ekstrim, “Outbound itu Menyesatkan” yang sejatinya menggambarkan bahwa ketika kegiatan outbound hanya dimaknai dan dilaksanakan pada formalitasnya saja, itulah yang justru menyesatkan. Dimaksud formalitas jika yang penting ada permainan di luar ruangan (kalau bisa ada yang ‘seram’), lalu (syukur-syukur) ada fasilitator yang mengulasnya. Kadang ditemukan juga peserta diminta “memunguti” sendiri apa sih yang dimaksud dengan permainan yang sudah dilakoni, apa sih manfaat dan implementasi bagi kehidupan keseharian? Jika itu yang terjadi, maka setelah kehebohan outbound, tak lama kemudian efek outbound lenyap nyaris tanpa bekas, tragis kan?

Jika ada provider yang menawarkan outbound pada perusahaan kita, coba cek beberapa hal yang idealnya dipikirkan oleh mereka, kalau perlu ajak mereka berdiskusi. Periksa 4 hal berikut ini, yang saling terkait dan mempengaruhi keberhasilan outbound kita.

Pertama, apakah outbound bisa memenuhi sudah sesuai dengan Tujuan Konseptual, sesuai kebutuhan perusahaan kita? Tujuan konseptual itu identik dengan mengapa kita memerlukan outbound tersebut, misalnya untuk meningkatkan kerjasama antar karyawan, atau untuk melatih kepemimpinan, atau sekedar untuk keakraban saja. Tujuan konseptual tersebut lalu dituangkan dalam Tujuan Operasional, apa itu? Tujuan operasional adalah parameter peserta/ kelompok yang dinyatakan dalam tingkat keberhasilan, secara teknis. Salah satu contoh tujuan operasional misalnya makin bagus peserta menyelesaikan tiap permainan, makin tinggi nilai yang didapatnya, peserta paling sukses (secara teknis) adalah yang paling tinggi nilainya. Namun pasti kita pasti sepakat, peserta yang paling banyak mendapat manfaat dari kegiatan outbound, tidak otomatis peserta yang punya nilai paling tinggi.

Kedua, apakah pilihan Permainan/ dinamika sudah tepat, menunjang ketercapaian tujuan konseptual? Salah satu contoh begini, jika tema outbound kita adalah kerjasama, ya jangan sampai semua permainan bersifat individu atau (sebenarnya) bisa diselesaikan secara individu. Jenis permainan yang paling tepat untuk outbound bertema kerjasama adalah permainan yang hanya bisa diselesaikan melalui kerjasama antar anggota kelompok. Pilihan permainan atau dinamika/ simulasi tentu perlu ditunjang dengan perlengkapan yang sesuai. Keselamatan peserta outbound saat melaksanakan permainan, sesederhana apa pun juga mesti mendapat jaminan.

Ketiga, pastikan alur outbound sudah sesuai dengan kaidah pembelajaran. Bukankah ide dasar KITA ber-outbound adalah proses untuk belajar, mengembangkan potensi diri, wajar dong, metode yang digunakan juga harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satunya metode LACAK, sudah kita singgung di muka.

Keempat, siapa sih fasilitator yang akan mendampingi kita? Pastikan bahwa saat outbound, kita didampingi dan difasilitasi orang-orang yang tepat. Operator peralatan/ perlengkapan adalah orang yang memang tahu betul memberi instruksi dan mengamati permainan, termasuk tindakan penyelamatan jika terjadi insiden. Mereka yang berperan memfasilitasi penyampaian makna permainan/ dinamika juga pastikan memang bisa, terbiasa, dan mumpuni untuk melaksanakannya. Tidak otomatis mereka yang jago peralatan/ permainan, jago juga untuk mendampingi proses umpan balik/ pemaknaan bersama peserta.

Nah, kini kita sudah tahu sekelumit sejarah outbound di Indonesia, perkembangannya, sampai ketika hal tersebut menjadi label sebuah kegiatan pelatihan. Terkejutkah Kita ketika ternyata outbound itu hanya salah satu metode pengembangan potensi diri? Bagi yang terkejut, ayo segera sadar dan bergegas untuk menempatkan hal tersebut sebagai sebuah peluang pembaharuan diri dan lingkungan, terutama di tempat kerja dan karya Kita. Yakinlah, ketika kegiatan pelatihan outbound dilakukan dengan metode yang tepat, ditunjang fasilitator yang oke, maka manfaatlah yang akan Kita dapat. Selamat ber-outbound!

Sumber :

Agustinus Susanta, Penggiat Outbound dengan pengalaman pendampingan outbound pada lebih dari 132 kegiatan, 8.900 peserta, dan 28 lokasi. Penulis 3 buah buku: “Merancang Outbound Training Profesional,” “Menguak Tabir Outbound,” dan “Outbound Way, Seni Mengembangkan Potensi Diri melalui Metode LACAK”.

More Info :

Ali Saleh

0341 – 919 2593

08990 400 730


shareseriale online

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top